Sulbar 10 Tahun Lalu
Di awal Tahun 1950 an Husein Puang Limboro salah seorang putera bangsawan di kerajaan Balanipa Mandar yang pernah menjadi Pejabat Ketua Parlamen Negara Indonesia Timur Tahun 1949, menulis surat yang ditujukan kepada H. Abd. Malik Pattana Endeng , memikirkan upaya uapaya membangun kekuatan bersama merintis berdirinya satu Provinsi tersendiri di daerah eks Afdeling Mandar yang dalam surat itu menyebut Provinsi Mandar, surat yang tertulis tangan itu menjadi sacral dan fenomenal karena mampu menginspirasi generasi berikutnya terus berusaha dan tidak pernah berhenti mewujudkan cita – cita, menghadirkan sebuah Provinsi di Sulawesi wilayahnya dari Paku sampai ke Suremana yang kini disebut dengan Provinsi Sulawesi Barat.
Di awal 1994 gagasan membentuk sebuah provinsi di eks Afdeling mandar kembali bergemuruh, ditandai dengan terbentuknya organisasi keluarga Mandar yaitu Forum Partisipasi Komunikasi Masyarakat Mandar yang disingkat dengan Forum Sipamandar wadah ini menghimpun seluruh organisasi kekeluargaan dan mahasiswa di Makassar asal Polewali Mandar, Majene dan Mamuju, Kerukunan Keluarga Polman, Himpunan Keluarga Majene (HIKAM) Persatuan Keluarga Mamuju (Persukma) dan dari kelompok Mahasisiwa berasal Kesatuan Pelajar Mahasiswa Polewali Mamasa Mandar (KPM-PMM) waktu itu Mamasa masih menyatu dengan Polewali Mandar, IPMIM , Ikatan Pelajar Mahasiswa Indonesia Majene , kemudian dari Mamuju disebut dengan HIPERMAJU, Himpunan Pelajar Mahasiswa Mamuju. Di era inilah perjuangan membentuk Provinsi di eks wilayah Afdeling Mandar perlahan – lahan menemui titik titik harapan sehingga semangat untuk melanjutkan dan meneruskan estafet perjuangan pembentukan satu Provinsi di wilayah eks Afdeling Mandar semakin bulat dan utuh .
Semangat pemekaran ini, berada dalam dinamika perjuangan yang semakin kencang seiring dengan perubahan situasi dan kondisi saat itu, strategi didasarkan pada peluang, dan pilihan yang lebih dekat kepada tujuan tanpa melihat lagi siapa, dan darimana asalnya semua komponen diajak bergabung untuk mencapai provinsi Sulbar yang berdiri sendiri. Tidak peduli pada jalan berliku, menanjak, menurun, masuk dalam ruang, gelap, ruang sunyi, ruang sempit, dan melampaui segala waktu pagi, siang, malam semua ditempuh untuk pemekaran Sulawesi Barat rintangan demi rintangan dihadapi disepanjang jalan perjuangan, ada luka ada duka dan air mata bahkan ada darah para pejuang menetes ketika sulbar berada pada titik nadir ketidakjelasan wujud keberadaannya, namun semangat masyarakat Mandar Dotai Lele Ruppu Natoali, sekali layar berkembang pantang sandeq surut ke pantai sebelum berhasil, menjadi nyanyian rindu yang menggayut dalam dada setiap saat.
Perubahan iklim perpolitikan nasional pasca gerakan reformasi tahun 1998 saat itu, ternyata ikut serta memberikan angin segar dan harapan besar untuk menghadirkan sebuah Provinsi Baru di eks Afdeling mandar, terpisah dari provinsi Sulawesi Selatan, yang awal gagasannya disebut dengan Provinsi Mandar itu Dan atas izin Allah Swt dan dengan kesabaran keuletan, ketulusan dan doa doa para ulama kiyai dan seluruh masyarakat di Mandar akhirnya menyatu diujung palu Wakil Ketua DPR-RI Almarhum Soetardjo Surjoguritno pada tanggal 22 September 2004 di senayan Jakarta, menandai lahirnya sebuah provinsi baru di Indonesia yang bernama Provinsi Sulawesi Barat .
Alm Husni Djamaluddin salah satu tokoh utama perjuangan dalam sebuah pidato di hadapan masyarakat Mandar di Makassar saat tahun 2002, dengan gamblang menyampaikan bahwa niat kita untuk mendirikan provinsi ini, menjadikan litaq mandar menjadi litaq mala’bi di Indonesia, alasannya selain wilayah ini memiliki Sumber Daya Alam, Sumber Daya Manusia, juga memiliki sumber Daya kultural berupa kearifan nilai budaya yang selama ini hidup dan tumbuh di dalam masyarakat mandar, berupa kemandirian. Menjunjung tinggi martabat kemanusiaan dan harga diri.
Ketiga nilai menjadi inti dan spirit yang tumbuh sejak lama hal ini dapat dilihat dalam Piagam Tamajarra II Allamungan Batu di luyo, (salah satu kecamatan Kabupaten Polman) atau yang lebih dikenal dengan Sipamandaq di Luyo, dimana daerah pitu ulunna salu dan Pitu babana Binanga melakukan perjanjian kerjasama berkomitmen untuk saling memperkuat saling menghormati, saling menghargai, saling melindungi antara satu dengan lainnya dikenal dengan sipamandaq, peristiwa allamungan batu di Luyo ini diprakarsai oleh Tomepayung Arajang Balanipa ke dua
Menurut Abd. Malik Pattana Yendeng salah satu penamaaan kata Mandar yang kemudian menjadi etnis mandar mulanya dari kata sipamandaq lalu mengalami perubahan dari mandaq menjadi mandar keduanya berarti kuat. sipamandaq atau Sipamandar yang artinya saling menguatkan saling melindungi, saling memberi rasa aman di wilayah 7 kerajaan di Hulu Sungai dan Tujuh Kerajaan di Muara sungai demi tegaknya keutuhan wilayah dan kesejahtraan masyarakat, di wilayah, Paku sampai ke Suremana persis menjadi wilayah Provinsi Sulawesi Barat saat ini.
Sumpah Sipamandaq atau sipamandar adalah komitmen bersama untuk saling menguatkan dan ditegakkan bagi siapa saja yang memegang perjanjian itu saling memperkuat raba sipatokkong manus siorongngi diantara keduanya jika ada diantara mereka melakukan penghianatan terhadapa asittaliang ini, atau mengingkari apa yang telah ia perjanjikan akan mengalami kehinaan , raba litaq napilambai sape taena ayu napittaei mabulu pindang tamma’bulu pinjarianna rubuh tanah yang diinjak patah ranting diper pegangi dan untuk selamanya anak keturunannya tidak dapat lagi dipercaya apalagi di serahi amanah
Pesan pesan budaya dalam bentuk local genius seperti yang terjadi di Luyo tersebut tertanam kuat dalam setiap generasi di tanah mandar untuk Saling menghormati menjunjung harkat, martabat menjadi inspirasi bagi pejuang dalam menggagas Sulawesi Barat mengarahkan mereka untuk selalu mencari jalan, berikhtiar agar cita-cita yang luhur ini dapat terwujud sebagaimana yang telah disepakati bersama (pura loa) . kearifan seperti inilah menjadi modal utama yang memberi keyakinan akan keberhasilan perjuangan ini, dan atas benang sejarah inipulalah alasannya sehingga pada tahun 1998 dideklarasikan piagam Tamajarra ke III di salah satu Ruangan Hotel Raodah Makassar.
Peristiwa pemecatan Daeng Riosok sebagai Arajang Balanipa oleh Appeq Banua Kaiyang (Dewan Perwakilan Rakyat) karena kegagalan daeng Rioso dalam menjaga martabat dan harga dirinya di daerah Balanipa padahal Daeng Rioso berjasa atas tegaknya lita Balanipa , setelah Ia berhasil mengusir invasi pendudukan pasukan asing di Balanipa Ia mendapat gelar Tomappatumballe Litaq Mandar sayangnya Ia diberhentikan menjadi raja dan kemudian dihukum oleh rakyatnya sendiri Ia pun digelari Tomate dipolong.
Demikian pula peristiwa di Karama Balanipa seorang bangsawan adat terkemuka Puang Cadia, secara tegas tidak memberikan perlindungan kepada keluarga dekatnya yang bernama I Kuseng karena ketahuan si Kuseng baru saja menghabisi nyawa orang lain Ia enggan melakukan perlindungan demi kehormatannya karena melindungi pembunuh bukanlah perbuatan mulia.
Sosok Bannang Pute
Tegaknya sebuah wilayah sangat ditentukan oleh para pemimpin, Kehadiran pemimpin dalam menjalankan dan penegakkan aturan mutlak adanya sebagai pemimpin salah satu kriterianya adalah bannang pute, andiang sarana melo dicingga melo dilango lango dan na mappatumnballe litaq di Mandar .
Bannang pute, illustrasi benang seputih kapas, keluhuran, keihlasan, ketulusan, dan fitrah dan dapat diberi amanah untuk memimpin masyarakat, Sementara itu seorang bannang pute, memiliki nilai dasar untuk menjadi seorang pemimpin, dan untuk melengkapi kualitasnya sebagai calon pemimpin Ia harus menjalani gemblengan dari lingkungannya (dicingga) , Ia harus mendapatkan pendidikan dasar mental , spiritual, (paissangan, maissang nawang, maissang maindai nawang anna maissang maola nawang) seorang bannang pute mampu memahami kondisi masyarakatnya, kondisi yang terjadi di lingkungannya , mampu mengetahui menempatkan dirinya dalam situasi lingkungan tahu apa yang harus dilakukan untuk membawa masyarakat yang lebih baik, pengetahuan yang dimiliki oleh Bannang Pute melo dicingga, pengetahuan yang bersandar pada (logika, estetika dan etika), melalui proses pergulatan alam dan kebudayaan berdealektika membangun kearifan mereka
Sedangkan Dilango lango wujud dari pengetahuan, wawasan yang didapatkan dari para tetua, yang siap meneruskan amanah yang didapatkan secara turun temurun untuk mempertahankan dan membela harkat dan martabat keberanian sebagai bagian dari pemahamannya sebagai manusia mandar.
Sosok Bannang pute adalah sosok Tau Tongang yang pribadinya menjunjung tinggi atonganan, Kebenaran, Lampueq kejujuran, Awaraniang, keberanian, Amanarangan kecerdasan serta Amasenganan berkecukupan, cerdas dan memiliki harga diri serta mampu menjaga mengangkat harkat dan martabat dirinya nilai seperti inilah yang mengantar seorang putera bangsawan mandar di kerajaan Balanipa melanglang jauh ke daearah utara tanah mea , untuk menunjukkan komitmennya membela salah satu anggota persekutuan Baba Binanga yaitu Kerajaan Mamuju karena mendapat ancaman dari luar, sebagai dan orang – orang Balanipa terikat pada perjanjian sipamandar di Luyo, sehingga dengan sungguh sungguh membantu raja mamuju memerangi ancaman dari utara panglima perang kerajaan Balanipa dengan pasukan yang kuat berangkat ke utara dan memenangi perang itu lalu kemudian Ia tinggal dan kawin di Sana beberapa saat mattoro labuang hingga istrinya di Balanipa diliputi kerinduan yang dalam, perasaannya dicurahkan kepada Pohon cendana yamg tumbuh di depan rumahnya , oh bura cendana tililiu naung di Kaili kobi kobianga kakau oh… kuncup Bunga cendana melayanglah engkau ke Kaili beritahukan bahwa sungguh saya sangat merindukannya. Dan peristiwa itu tergambar dalam sebuah lagu Bura Cendana.
Sama halnya dengan memperjuangkan Provinsi Sulawesi Barat para pejuang mempunyai komitmen yang tinggi yang tidak mengenal lelah sebab keberhasilan memperjuangkan provinsi Sulawesi Barat, berarti ada harapan untuk hidup mulia (malaqbi) mampu menjaga harkat dan martabat, serta harga diri masyarakat mandar hidup mulia hidup dan memuliakan orang lain. itulah sebabnya para pejuang selalu berbulir airmatanya, mengenang perjuangan berdirinya provinsi ini , maka tunjukanlah secara nyata dedikasi dengan memberikan kemampuan maksimal kita kepada upaya para pejuang diusia Sulbar ke 10 Tahun ini.
Kita berharap banyak semoga , sulbar ini dapat dirawat dengan baik dengan memuliakan seluruh warganya apapun profesinya saling menghargai , “sitaiyyang apiangan” Selamat atas usia nya yang kesepuluh. para pejuang sepatutnya dilabuhkan cita citanya menuju masyarakat Sulawesi Barat yanga mala’bi, masyarakat yang makmur dan sejahtera, bermartabat yang mulia fikirannya, mulia dalam melaksanakan pekerjaannya, mulia dalam pergaulan kemasyarakatannya mala’bi gau’na dan malabbi kezdonna.