Kawasan Kota Tua Sebagai Aset Pariwisata Majene
Oleh: Mursidin, A.Md.Par.,SS.,CHIA. (Staf Disbudpar Majene)
Menghadapi situasi New-Normal pasca Pandemic, negara-negara di dunia memasang kuda kuda ekonomi, segala sumber daya disiapkan untuk kembali bersaing dan meningkatkan ekonomi mereka. Salah satu sumber daya non mineral ekonomi dengan cadangan tak terbatas ialah pariwisata. Meskipun Indonesia kaya akan sumber daya alam tambang, kelautan dan lain lain, Pariwisata tetap digalakkan sebagai salah satu penopang ekonomi Bangsa.
Dalam mengembangkan atau membuat suatu wilayah administrasi pemerintahan menjadi suatu destinasi Pariwisata, salah satu syarat utama yang harus dipenuhi ialah pembentukan “brand Image” di kepala orang banyak, khususnya pada potensi pasar (calon wisatawan) yang ada. Brand Image suatu wilayah dapat dengan mudah diketahui dengan cara menjawab pertanyaan “Apa yang pertama kali muncul di benak anda jika nama daerah XYZ disebut?” atau dengan pertanyaan “Jika saya menyebut suatu tipe atraksi wisata seperti Budaya local yang menarik, daerah apa yang ada di benak anda”. Contoh lebih konkrit seperti: jika saya menyebut Bali apa yang pertama muncul di benak anda?? Jika saya menyebut Raja Ampat?? Jika saya Menyebut Yogyakarta?, Toraja? Apapun jawaban anda dari pertanyaan pertanyaan ini, anda sebagai wisatawan potensial hampir dipastikan akan menjawab dengan jawaban yang akan berkorelasi langsung dengan Pariwisata, entah itu Budaya, Alam, Pantai, Diving Spot, hotel, restoran, liburan, dan lain lain. Berbeda dengan wilayah wilayah lain yang belum menjadi destinasi pariwisata, tidak terdapat brand image yang melekat di kepala para calon wisatawan.

Untuk destinasi pariwisata yang sudah mapan brand Image bahkan lebih kuat dan seragam di kepala wisatawan potensial, Bangkok, Paris, Hawaii, Venice adalah beberapa contoh destinasi pariwisata dengan Brand Image yang sangat kuat. Lalu bagaimana dengan daerah seperti Majene yang dari kategori Brand Image masih sangat jauh dari penggolongan sebagai destinasi wisata? Ada beberapa hal yang dapat dilakukan dalam mewujudkan Majene sebagai Destinasi Wisata, dan semuanya harus dilaksanakan secara Terencana, terstruktur dan massif meliputi semua usaha stakeholder Pariwisata yang ada. Pada tahap pertama tentunya perencanaan adalah kuncinya, jika perencanaan gagal, pun dalam pelaksanaannya.
Salah satu aspek dalam perencanaan ialah memutuskan Brand Image yang akan dipilih dalam ‘menjual’ Pariwisata Majene. Dalam menentukan Brand Image ini hal yang krusial untuk dilakukan ialah memutuskan target pasar/konsumen Pariwisata, dalam menentukan ini perlu melakukan penelitian mendalam dari segi wilayah geografi, kemampuan finansial, latar belakang Pendidikan, umur, sampai kebiasaan para calon wisatawan. Tentunya ini memerlukan dan dana dan waktu yang tidak sedikit.
Salah satu target wisatawan yang realistis ialah pasar domestic baik dalam lingkup kabupaten Majene itu sendiri, kabupaten kabupaten tetangga, maupun provinsi Sulawesi selatan dan tengah. Adapun kelompok demografi yang paling besar di pasar ini adalah kaum milenial atau gen Y yang lahir antara tahun 1980-1994 dan Gen Z yang lahir antara 1995-2015. Dengan asumsi bahwa umumnya kedua kelompok ini mempunyai latar Pendidikan baik SMU sampai Sarjana, maka salah satu opsi brand Image yang baik untuk pengembangan Majene sebagai destinasi Pariwisata ialah dengan menjual warisan fisik dan nilai historis Majene sebagai pusat perniagaan, administrasi, kerajaann ibukota Afdelling Mandar, dengan dikemas dalam satu wadah Image Majene sebagai Kota Tua.
Jika Kota tua diputuskan untuk menjadi brand Image Kabupaten Majene, salah satu factor pendukung yang kuat adalah berkembangnya institusi Pendidikan Majene, Majene sebagai Kota Pendidikan yang ditautkan dengan nilai historis Kota Tua kemungkinan akan menjadi duet maut dalam memasarkan Pariwisatanya. Ada beberapa bangunan tua yang sangat mendukung dalam pembentukan Brand Image ini, diantaranya adalah adanya Museum Mandar, Museum pertama ex-bangunan Rumah Sakit pertama di wilayah Afdelling Mandar, ada banyak kisah yang dapat dijual dari bangunan dan isi dari museum ini, all you have to do is “Tell the right stories correctly”, menceritakan sejarah yang benar dengan baik. Majene juga di dukung dengan beberapa Pekuburan tua seperti Makam Raja-raja Banggae yang terletak di posisi yang sangat strategis, terjangkau dan dengan pemandangan yang indah. Sleain itu masih banyak Pekaman kuno maupun situs sejarah lainnya yang belum dikelola ataupun tidak terawatt sama sekali karena rendahnya atensi maupun pemahaman semua pihak akan nilai sejarah. Bangunan bangunan militer lama juga masih terdapat di sepanjang taman kota, begitupun dengan situs maupun pekuburan Islam kuno yang berada di sekitar kota Majene. Selain bangunan benda benda pusaka juga masih sangat banyak di Majene, baik itu yang dalam penguasaan pemerintah daerah maupun milik individu. Setiap bangunan dan benda benda tersebut mempunyai kisahnya masing masing, tinggal bagaimana mengungkap cerita dengan baik agar menjadi nilai jual. Hal yang mendesak untuk segera dilakukan adalah penyelamatan dan pemugaran asset asset sejarah di Kota Majene tersebut.

Seperti dikemukakan di awal tulisan, perlu penelitian yang mendalam untuk mengetahui ke arah mana Pariwisata Majene ini akan dibawa, namun opsi Brand Image sebagai Kota Tua, Kota Sejarah, merupakan pilihan yang rasional untuk pengembangan pariwisata Majene kedepannya.