TALK SHOW “Jejak Ritmis Kewalian di Tanah Mandar”
Salah satu rangkaian Festival Wali adalah talk show yang bertemakan Jejak Ritmis Kewalian di Tanah Mandar dengan mengambil tempat di Kompleks Pelataran Masjid K.H. Muhammad Saleh di Pambusuang, Sabtu, 26 November 2022.
Kegiatan ini digelar dengan tujuan agar informasi sejarah kewalian dapat digali sebagai dasar untuk memperkuat pengetahuan tentang keberadaan dan kehidupan para wali di wilayah Mandar. Informasi awal diperoleh bahwa wilayah wali di Tanah Mandar mulai dari Salabose, Kabupaten Majene sampai ke Campalagian Kabupaten Polman. Terdapat beberapa jejak sejarah yang dapat menjadi referensi, anatar lain: Pertama, keberadaan makam Syekh Abdul Mannan di Salabose yang diduga menyiarkan Islam di wilayah Kerajaan Banggae.
Yang kedua adalah Syekh Abdul Rahim Kamaluddin yang bergelar To Salama Di Binuang . Peninggalannya diduga berada di Pambusuang.
Yang ketiga adalah K.H. Daeng yang bernama asli K.H As’ad Harun Bin K.H Harun Al Rasyid, salah seorang penganjur dan penyebar Islam di tanah Mandar dan pernah menjadi Qadhi Balanipa. Beliaulah yang memprakarsai pendirian Mesjid Nurul Asrar yang sekarang menjadi Mesjid Nurul Abrar di Lingkungan Labuang, Majene. Beliau lahir pada tahun 1871 dan wafat pada 16 Agustus 1945. Makam KH. Daeng dapat ditemui di Kompleks Mesjid Raya Al Hurriyyah Tinambung, Kabupaten Polman.
Yang keempat adalah Syekh Aliyah Puang Rijoleng, adalah seorang ulama yang berasal dari Tanete, Barru. Beliau pernah juga menjabat Kadhi Balanipa pada awal berdirinya Kerajaan Balanipa,
Yang kelima, K.H. Muhammad Tahir atau bergelar Imam Lapeo merupakan ulama yang sangat berpengaruh dalam penyiaran Islam di daerah Mandar yang lahir pada tahun 1839 dan wafat pada tahun 1952. Jejak penyiarannya membentang dari Polewali Mandar sampai Tapalang dan Sampaga di Mamuju.
Yang keenam, K.H. Muhammad Saleh, atau lebih dikenal dengan Annangguru Saleh adalah seorang tokoh Tarekat Qadariah Mandar yang memiliki murid yang banyak, dan sampai saat ini ajarannya masih dilanjutkan oleh para pengikutnya. Annangguru Saleh lahir di Pambusuang pada tahun 1913. Salah seorang murid beliau yang juga berpengaruh adalah Prof. Dr. Sahabuddin yang merupakan pendiri Universitas Al Asyariah Mandar (Unasman) di Polewali.
Yang ketujuh, K. H. Djalaluddin Gani, atau lebih dikenal dengan gelar Pukkali Balanipa adalah penerus dari Kadhi Balanipa yang sebelumnya dijabat oleh K.H Daeng yang merupakan guru sekaligus mertua beliau. K.H Djalaluddin Gani selain menjabat sebagai Kadhi Balanipa,beliau juga merupakan imam masjid Al Hurriyyah Tinambung. Sosoknya meninggalkan banyak kesan di masyarakat Mandar khususnya di Tinambung dan sekitarnya karena dipercaya memiliki karomah , yaitu selamat dari peristiwa Galung Lombok 1947 dan Linor (Gempa) 1967.
Pada acara talk show tersebut, Emha Ainun Najib atau dikenal dengan Mbah Nun seorang budayawan dan sekaligus ulama, pada opening speech-nya menyampaikan bahwa pemahaman masyarakat Mandar tentang kewalian atau walayah masuk hingga pada dimensi algoritme di mana setiap orang memiliki receiver yang berbeda dalam merespon setiap fenomena yang terjadi di lingkungannya, termasuk fenomena kewalian di Tanah Mandar. Kekayaan budaya atau keraifan lokal yang berbeda itu, haruslah dikelola dengan sungguh-sungguh dengan formula yang tepat sehingga kekayaan budaya yang ditawarkan kepada wisatawan dapat tersentuh dengan baik dan dapat dinikmati oleh orang se-dunia.
Prof. Dr. Ahmad Sewang, MA seorang pakar sejarah Islam dari Universitas Islam Negeri Makassar, dalam uraiannya menyampaikan tentang sejarah kewalian di Tanah Mandar. Prof. Ahmad Sewang juga mengingatkan tentang kedudukan para wali yang dimuliakan oleh masyarakat Mandar.
Sementara itu Dr. Muhammada Rais, M.Si, peneliti dari Kementerian Agama Kota Makassar, menjabarkan tentang periodesasi penyebaran Islam di wilayah Tanah Mandar, di mana awal penyebaran Islam di dominasi oleh tasawuf yang diikuti dengan periodesasi dengan penyeimbangan tasawuf dan fiqih. Talk show juga ini menghadirkan Mus’ud Saleh, Wasekjen PBNU Pusat, sebagai pembicara yang dalam urainnya menyampaikan tentang tradisi kewalian dalam kehidupan domestik dan keseharian masyarakat Mandar.
Kepala Dinas Provinsi Sulawesi Barat, H. Farid Wajdi menyampaikan beberapa hal sebagai tanggapan terhadap beberapa saran usul, bahwa dibutuhkan pandangan dan pemahaman yang sama untuk membangun ekosistem wisata perwalian di Sulawesi Barat. Farid juga mengingatkan pentingnya perencanaan yang matang dan harus diperkuat dengan pameran ekonomi kreatif bercirikan tradisi/kebudayaan wali.