KOTA TUA MAJENE (MADJENE 1926)
Oleh: Mursidin, A.Md.Par.,SS.,CHIA. – Staf Disbudpar Kab. Majene
Berikut Beberapa Gambaran mengenai Madjene di awal abad 19 yang disadur dari laporan Tahunan Dr.Kaiser, Dokter Belanda Pertama yang ditugaskan dan bertanggung jawab pada Rumah Sakit pertama di Majene yang bangunannya sekarang menjadi museum Mandar. Sang dokter dibantu oleh 5 perawat (Laki laki dan Perempuan), 5 Siswa Perawat, 3 Kuli, dan 1 Koki, dengan poliklinik, tiga Vaksinator (tukang suntik/setingkat mantri), 2 tentara medis. Berdasarkan nama nama mereka dapat diasumsikan semuanya adalah orang Pribumi (Indonesia).
Meskipun Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) memulai penguasaan dan monopoli perdagangan di wilayah nusantara pada abad ke 17 seperti melalui penguasaan pelabuhan di Makassar dan perjanjian dengan raja-raja Bugis dan Makassar, baru pada awal abad 20 (1905) Pasukan Belanda menjejakkan kaki di Tanah Mandar dengan tujuan memperluas penguasaan, monopoli dan control di wilayah nusantara.
Pembentukan pemerintahan Belanda dimulai 2 tahun kemudian (1907), maka tahun ini pemerintahan sipil pun dimulai. Bagian bagian dari agendanya ialah administrasi, pembangunan Jalan, infrastruktur air, pendidikan, dan tentu tak lupa juga pelayanan kesehatan dan pembentukan layanan kesehatan publik. Maka pada awal decade kedua (1920an) atau kurang lebih 100 tahun yang lalu, rumah sakit pertama di tanah Mandar dibentuk, dimana dr. Kaiser.
Wilayah Afdeling (setara Provinsi) Mandar dibagi menjadi 2 Sub Wilayah:
- Madjene dan Binoeang bawah (Pesisir)
- Binoeang Atas dan Pitu Oelonna Salo
- Adapun jumlah populasi di wilayah pertama sekitar 124.258 jiwa, dan di wilayah kedua sekitar 28.070 jiwa, sehingga total populasi Mandar pada saat itu 152.328 jiwa. Sedang rasio kepadatan penduduk tumbuh 3 % di wilayah pertama dan berkurang 3 % di wilayah pegunungan. “arti yang lebih mendalam/detail dari angka angka ini akan lebih jelas pada hasil penelitian terhadap masyarakat (hal. 64 dan 103 pada laporan asli berbahasa Belanda).
Pada saat itu (1926) akses infrastruktur yang masih sangat terbatas, prilaku animisme di pedalaman sebagai symbol jati diri dan harga diri masih sangat kental. Beragam penyakit yang pada umumnya sudah dapat dikendalikan di masyarakat Eropa pada waktu itu masih menjadi penyebab kematian di tanah Mandar. Dunia kesehatan di Mandar (Majene) berbasis animism dan spiritual.
Etnik/Suku (Mandar dan Toraja) bahasa, hubungan antar ethnic/suku dan agama(daerah daerah pesisir umumnya ‘Mohammadean’ (terminology yang digunakan dalam menyebut pengikut Muhammad, kata ini tidak berafiliasi dengan organisasi Muhammadyah sekarang ini), sedangkan masyarakat pegunungan umumnya animism atau menyembah banyak Tuhan, sementara kristiani (Protestan) berada di wilayah Tawalijan dan Mohammadean berada di distrik Nambie.
Produksi makanan pada wilayah ini termasuk Kelapa, Pisang, Jagung, ketela dan sagu. Penduduk pada umumnya bekerja sebagai nelayan dan pelaut. Kapal mereka hanya berukuran panjang 5 meter dan lebar 1 meter berlayar hingga Kalimantan dan Singapura. Karakter orang Mandar sangat terbuka bagi pendatang. Produksi beras masih kurang, akhirnya mengimpor dari Pare pare dan Makassar. Deskripsi perumahan dan cara hidup, lokasi dapur, ventilasi udara dan sinar matahari, sumber air “penduduk dari kampong harus berjalan berkilometer untuk mendapatkan sumber air layak minum”. Ada sebagian kecil penduduk local yang mempunyai jaringan air bersih. Sedangkan akses jalan jarak 145 km dari majene ke Malunda dapat diakses mobil, sisanya 12 km harus menggunakan kuda atau kapal laut. Madjene, Balanipa, Tjampalagian, Polewali, dan Pamboeang dilayani dengan KPM Shipping Line (sejenis Pelni versi Belanda).
Tentang Sungai utama, terbagi menjadi 2 kategori: sungai sungai yang mengalir sepanjang tahun, dan sungai yang setiap tahun mengalami kekeringan. Akibatnya mulut/arah sungai berubah setiap tahun. Laguna (wilayah perairan di tepi pantai yang dipisahkan oleh pasir atau karang) mengandung rawa dan lumpur: sangat relevan dengan isu Malaria dan merebaknya penyakit Myz.Rossii (penyakit yang disebabkan oleh nyamuk).
Madjene adalah kota utama wilayah ini dengan populasi 65.958 (enam puluh lima ribu Sembilan ratus lima puluh delapan orang). Sebagai ibukota afdelling, beberapa perusahaan pelayaran berlabuh di sini, dan inilah alat transportasi yang digunakan pemerintah colonial. Terdapat 3 brigade militer dan seorang dokter. 2 unit sekolah juga terdapat di sini dan pasar tradisional yang setiap harinya ramai dikunjungi. Terdapat juga 40 Pedagang asal China yang berdagang di sini, mengekspor kopra, kapok, dan ikan kering. Madjene juga dikelilingi 2 rawa air setengah asin. Bagian terbesar dari rawa ini disebabkan oleh pembangunan jalan raya/utama terlepas dari pengaruh air pasang dan perkembangan yag didukung oleh “nipa nipa” dan merupakan tempat berkembangnya larva Myz.rossii. Ada dua kampoeng yang berada di wilayah ini, Deteng-detang dan Tjamba-Tjamba. Namun bagi Madjene rawa-rawa ini tidak mempengaruhi usaha pengentasan malaria yang ada. Di bagian timur kota, terdapat rawa yang luas yang juga terdapat empang yang ditumbuhi Nipa nipa dan Bakoe bakoe, mangrove, tempat ini merupakan rumah bagi larva Myz.rossii, tetapi karena jaraknya yang cukup jauh dari pemukiman, maka resiko penyakit yang disebabkan larva ini sangat kecil.
Kota Madjene sangat indah akan konstruksi selokan selokan semennya, dengan air yang mengalir dari pegunungan di sekelilingnya.
sepanjang tahun 1926 tidak pernah terjadi gempa bumi atau Erupsi vulkanik di daerah Kabupaten “Madjene dan Binoeang Bawah” dan “Binoeang atas dan Pitu oeloenna Salo”. Di bulan Januari terjadi banjir yang sangat jarang terjadi yang menghancurkan jembatan Besi di Balanipa (Tinambung), air juga menggenangi perkampungan Toeboe dan Batoe Batoe di sebelah timur Madjene, dalam setengah hari perempuan dan anak anak sakit dievakuasi dari rumah rumah panggung mereka, tidak ada laporan korban tenggelam.
Karena pada zaman ini alat pengukur angin dan kelembapan belum ditemukan, maka laporan tentang iklim lebih kepada ‘perasaan’ dan ‘kesan’ dengan beberapa keterangan akurat. Dapat disimpulkan bahwa kelembapan di Madjene sangatlah rendah, ini dapat dibuktikan dengan kerusakan rokok, cerutu, dan tobako karena kekurangan air. Sementara di dinding, jamur atau lumut tidak berkembang. Di saat yang sama di Wilayah pegunungan (mamasa dan sekitarnya suhu di Pagi hari bisa mencapai -2C)
Dalam beberapa tahun terakhir (1920-1926) keadaan kesehatan di perkampungan cukup memuaskan. Pagar yang menutupi bagian bawah rumah panggung (rambang) telah dibuka yang menyebabkan tercukupinya ventilasi udara segar dan sinar matahari di bawah rumah. Keadaan Pasar Madjene cukup rapi dan bersih, Setelah tutup, pasar dibersihkan dengan air bersih. Jumlah masalah kebersihan terus berkurang. Di tahun ini (1926) di Pamboang, pasar kembali difungsikan, begitu juga di Balanipa (Tinambung), sebuah gedung baru ditambahkan. Lalu di Polewali juga di Bangun Pasar Baru di tempat relokasi Kampoeng Mapilli. Di tahun ini Obat obatan local dan Patent (Obat dari Eropa) tidak lagi diperjualbelikan bebas di pasar.
Sekolah dan halamannya secara rutin diinspeksi kebersihannya, begitupun siswa-siswa yang terkena penyakit kulit. Laporan tahunan sebelumnya banyak berfokus pada keadaan di sekolah. Laporan kali ini ini tidak lagi banyak mencakupnya.
Sekolah di Pamboesoeang mempunyai atap yang baru, di sekolah di Tjampalagian dibangun gedung baru, sekolah setingkat SMP dibangun di Mamasa, sedangkan di deteng-deteng, Loeaor, Mapilli, Tande dan Baroega siswa siswa mulai belajar musik dan olahraga.
Sementara di Penjara, Keadaan kesehatan para tahanan di Madjene dan Mamasa cukup baik, begitupun keadan gedung gedung penjaranya. Hidangan makan cukup memadai.
Rumah Potong hewan Hanya terdapat di Madjene, di samping pasar. Binatang ternak diperiksa oleh inspector kesehatan sebelum dipotong, sang inspector kadang dibantu langsung oleh dr. Kaiser.
Tidak terdapat adanya pabrik, tetapi usaha kerajinan untuk furniture dan pemotongan kayu terdapat di sini. Aktivitas ini dilaksakan di bawah naungan atap dan juga dalam pengawasan .
Adapun penyakit paling umum yang didapati di Madjene ialah penyakit kulit dan Malaria. Terdapat seorang Mantri (Vaksinator) pribumi handal di Madjene.
Dalam kesimpulan laporan kesehatan tahun 1926 ini Angka kelahiran dan kematian cukup tinggi. Tidak ditemukan adanya penyakit menular seksual disebabkan tingginya moral wanita mandar; tidak ada pelacuran. Penggunaan kulit bamboo sebagai media Sunnat sudah ditinggalkan, begitupun penggunaan bubuk Sunnat (sejenis obat pengering luka) sudah diganti dengan pengobatan barat. Di Madjene masyarakat pada umumnya sudah mendatangi rumah sakit dan poliklinik untuk pengobatan.
Dalam kondisi moral yang baik seperti ini, angka kematian akan menurun, hal ini memastikan akan adanya ledakan penduduk di masa depan.